Senin, 29 Agustus 2016

KRISIS KOTA YANG DIRENCANAKAN


Salah satu dari delapan Misi Pembangunan Nasional tahun 2005-2025 adalah mewujudkan Indonesia asri dan lestari. Misi tersebut dijabarkan secara bertahap dalam periode lima tahunan yang tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Hal ini sejalan dengan kesepakatan 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium PBB pada September 2010 menyepakati untuk mengadopsi Deklarasi Milenium yang kemudian dijabarkan dalam kerangka praktis Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDGs) dimana salah satu dari 8 tujuannya adalah Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup. MDGs ini memiliki tenggak waktu (2015) dan indikator kemajuan yang terukur.
Pelestarian Lingkungan Hidup
Pelestarian lingkungan hidup sangat erat kaitannya dengan mitigasi bencana. Sesuatu yang akan sangat mudah dilaksanakan jika kita bercermin dari sekian banyak bencana yang secara berentetan terus mendera negara ini dan tidak sedikit diantaranya disebabkan oleh kerakusan manusia dalam pengelolaan sumber daya alam serta pemanfaatan ruang kota dan wilayah.
Berdasarkan letak kota yang sebagian besar notabene berada pada kawasan pantai dan muara sungai, serta tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, maka kota-kota Daerah Tingkat II di Sulawesi Selatan tentu juga mengalami ancaman yang sama baik itu dengan Jakarta maupun kota-kota besar lainnya di Indonesia yang juga telah “berlangganan” dengan bencana, baik bencana banjir dan tanah yang amblas maupun fenomena kemacetan serta tingkat emisi gas rumah kaca yang cukup tinggi. Yang membedakan, mayoritas dari mereka belumlah terlambat untuk melakukan tindakan-tindakan pencegahan agar bisa terhindar dari bencana yang lebih mengerikan. Olehnya itu, Pemerintah Daerah diharuskan mampu melakukan intervensi terhadap pemanfaatan ruang kota dan wilayah serta penggunaan sumber daya alam yang berlebihan. Intervensi ini merupakan jawaban dan reaksi terhadap faham liberal yang percaya bahwa mekanisme ekonomi pasar bebas (free market economy) mampu mengalokasikan sumber daya secara efisien dan adil. Pada kenyataannya, terjadi kegagalan pasar terhadap alokasi sumber daya, terutama terhadap barang publik (public goods). Terkait dengan pemanfaatan ruang kota dan wilayah, sebagian besar ruang pada permukaan bumi adalah ruang publik. Meski bukan 100% barang publik, akan tetapi pemanfaatannya akan terkait dengan kepentingan orang lain, maka pemanfaatan ruang kota dan wilayah senantiasa dapat dikategorikan sebagai barang yang terkait dengan kepentingan publik. Menurut Sadyohutomo (2008), setiap individu cenderung berusaha semaksimal mungkin memanfaatkan barang publik sebagai penumpang gratis (free rider). Apabila tidak bersikap seperti itu maka dikatakan sebagai orang tolol yang tidak memanfaatkan peluang (sucker).
 
Pemanfaatan air tanah secara berlebihan, penebangan pohon tanpa disertai dengan peremajaan yang sepadan, penataan sistem drainase yang amburadul serta semakin berkurangnya daerah resapan air merupakan penyebab utama terjadinya bencana banjir dan tanah yang amblas. Masyarakat yang membutuhkan air bersih tentu tidak bisa disalahkan sepenuhnya jika memanfaatkan air tanah untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari jika Pemerintah Daerah belum bisa menyiapkan suplai air bersih yang memadai. Setidaknya, aturan tata ruang untuk menyisakan lokasi minimal 30% sebagai area resapan dan terbuka hijau dapat secara tegas dan terus menerus diterapkan untuk menjaga agar persediaan air tanah tetap stabil. Memang mahal dan membutuhkan keseriusan serta i’tikad yang baik, tetapi sangat bermanfaat. Kita bisa bercermin pada kondisi Jakarta, Semarang dan beberapa kota lain yang telah menyepelekan hal ini pada tahap awal perkembangan kota mereka.
Krisis Perencanaan atau Krisis yang direncanakan?
Budihardjo (1993) mengatakan bahwa masalah pokok yang dihadapi kota-kota di negara berkembang bukanlah semata-mata krisis perencanaan melainkan juga krisis yang direncanakan. Krisis perencanaan kota sudah jelas hal ihwalnya, antara lain karena masih langkanya tenaga profesional dalam bidang perencanaan kota sehingga produk yang dihasilkan pada berbagai daerah cenderung pas-pasan dan bahkan di bawah standar. Selain itu, tumpang tindihnya berbagai jenis perencanaan pada daerah yang sama oleh instansi yang berbeda, sehingga membingungkan aparat pelaksananya. Yang agak sulit dibeberkan dan mungkin sulit diterima akal sehat adalah adanya krisis kota yang direncanakan. Tapi kenyataan menunjukkan memang begitulah kenyataan yang terjadi terutama pada kota-kota di Indonesia. Dalam praktek perencanaan kota misalnya, terjadi dikotomi antara tata guna lahan dan perencanaan transportasi. Dua aspek perkotaan yang seharusnya terpadu tetapi pada kenyataannya tidak luluh menjadi satu ini, mengakibatkan timbulnya kantung-kantung aktivitas manusia yang terkucil dan tidak terlayani jaringan transportasi perkotaan yang memadai. Contoh lain, sudah diketahui umum bahwa kemacetan lalu lintas di jalan raya terutama sekali disebabkan oleh kurang adanya sistem transportasi umum. Akan tetapi anehnya, yang selalu dibangun adalah jalan layang, jalur lingkar serta perluasan jalan yang memancing semakin banyaknya penggunaan kendaraan pribadi. Seharusnya yang perlu dipikirkan adalah perbaikan atau pengadaan sistem transportasi umum yang aman dan nyaman serta mampu mengangkut penumpang secara massal sehingga beban jalan raya akan berkurang dan biaya transport, baik untuk manusia maupun arus pemasukan barang dan jasa, akan menjadi lebih murah.
   Semakin meningkatnya pengunaan kendaraan pribadi selain akan menimbulkan kemacetan tentu juga akan meningkatkan emisi karbon dioksida yang dilepas ke angkasa. Lapisan ozon akan semakin menipis.  Ancaman pemanasan global bukan hal yang main-main.
Kita  belum terlambat. Mungkin sekaranglah saatnya Pemerintah Daerah memikirkan untuk mulai membuat perencanaan terpadu antara beberapa dinas terkait dalam hal perencanaan kota dan seluruh aspek yang terdapat di dalamnya agar generasi kita kelak tidak akan pernah menyesal telah terlahir sebagai putra dan putri daerah ini.
Share

Tidak ada komentar: