Akhir-akhir ini konsentrasi pemberitaan di media massa
terbagi antara berita tentang Pilkada langsung di DKI Jakarta, proses
pengadilan kasus Kopi Mirna yang tak kunjung selesai, dan yang terbaru adalah
bencana banjir yang melanda beberapa daerah di Indonesia.
Bencana banjir, terutama dalam bentuk banjir bandang, banjir kiriman, banjir rob, maupun banjir
akibat genangan air hujan telah menjelma menjadi rutinitas yang setiap tahun
harus dihadapi oleh pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat (bencana banjir
akibat tsunami untuk sementara kita kesampingkan dulu dalam pembahasan ini).
Berbagai konsep telah ditawarkan oleh para ahli, akan tetapi semua konsep itu
terkadang terbentur oleh unsur “kepentingan” dan “kesadaran”, sehingga sangat
sulit untuk diterapkan. Maka bencana banjir kemudian akan menjadi anugerah dan
komoditi yang sangat menguntungkan bagi beberapa pihak, apalagi jika bencana
itu kemudian terekspos dengan luas di media massa. Masyarakat di daerah
langganan banjir akan “senang” jika banjir itu datang karena dapat dipastikan
bantuan akan segera mengalir dengan deras. Apalagi jika banjir terjadi pada
masa-masa kampanye pemilihan kepala daerah ataupun pemilihan anggota
legislatif, bencana ini akan berubah menjadi ajang pencitraan bagi pihak-pihak
yang berkepentingan. Bencana banjir yang terjadi pasti akan segera diikuti oleh
banjir-banjir yang lain, seperti misalnya banjir mie instant, banjir beras,
banjir pakaian bekas, banjir amplop dan beragam banjir yang lain. Mereka seakan
tidak mau tahu kalau kerugian akibat banjir jauh lebih banyak daripada
keuntungan yang mereka dapatkan.
Hal seperti ini kemudian menimbulkan kesan bahwa
bencana banjir memang seperti “dipelihara” dan “diinginkan” untuk tetap terjadi
dan menjadi agenda rutin setiap tahun. Mengapa
sangat sulit merelokasi mereka yang tinggal di daerah rawan banjir? Dan
mengapa begitu sulit merencanakan infrastruktur pengendalian banjir?? Meskipun pada hakekatnya segala bentuk bencana
itu sudah diatur oleh yang Maha Mengatur, tetapi bukankah semua bencana entah itu
dalam konteks ujian, peringatan, atau bahkan azab adalah akibat dari tingkah
laku manusia yang terlalu mengedepankan kepentingan pribadi dan tak peduli
dengan larangan Nya..??
Tetapi di luar semua itu, mari kita kesampingkan
faktor-faktor “x” yang membuat banjir seolah menjadi abadi di negara ini. Saya
ingin mengajak pembaca untuk sedikit menyimak bagaimana sih sebenarnya konsep
pengendalian banjir yang bisa dilakukan dan diterapkan oleh seluruh
stakeholders yang terkait di dalamnya.
Ada satu pertanyaan yang sebenarnya sudah jelas
jawabannya akan tetapi sampai hari ini pertanyaan tersebut masih terus berulang. “Mengapa kita selalu
dikagetkan oleh banjir dan tidak sempat melakukan antisipasi..??”. Jawabannya
jelas karena kita tidak memiliki Early
Warning System (EWS) atau sebuah sistem yang bisa memberikan peringatan
dini akan datangnya bencana. Berbeda dengan bencana tsunami yang sistem
peringatan dininya berupa raungan sirine begitu terjadi gempa di bawah
permukaan laut dan berpotensi tsunami, EWS untuk banjir akibat genangan air
hujan, banjir bandang, banjir kiriman dan banjir rob lebih berupa tindakan
antisipatif yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan kecanggihan tekhnologi yang
saat ini semakin berkembang dengan pesat. Pada tulisan ini saya akan mencoba
memberikan gambaran mengenai dua dari beberapa aplikasi yang bisa dikembangkan
oleh pemerintah daerah untuk mengantisipasi serangan banjir yang dengan
tiba-tiba bisa datang dan merusak semua yang ada.
Yang pertama adalah aplikasi Geografic Information System (GIS).
GIS adalah aplikasi pengolahan data spatial dengan menggunakan sistem
komputerisasi dengan menggabungkan antara data grafis dengan data atribut obyek
menggunakan peta dasar digital (basic
map) bergeoferensi bumi. Dengan menggunakan alat Global Positioning System (GPS) yang dipadukan dengan foto citra
satelit beresolusi tinggi maka bisa didapatkan data dengan format raster,
vektor, dan titik koordinat yang bisa dibagi ke dalam beberapa layer sesuai
kebutuhan. Keseluruhan data ini kemudian dapat diintegrasikan dengan tujuan
yang diinginkan. Misalnya menentukan titik-titik dimana terjadi curah hujan
dengan intensitas yang tinggi secara berulang serta memetakan kawasan rawan
banjir.
Yang kedua adalah Aplikasi Global Mapper. Program ini pada dasarnya hampir sama dengan sistem
kerja program GIS, cuma terdapat beberapa kelebihan yang bisa dimanfaatkan
untuk beberapa hal tertentu. Kelebihan program ini adalah kemampuannya
menampilkan gambaran tiga dimensi dan prediksi kondisi yang ingin diketahui secara
akurat. Selain dibutuhkan foto citra satelit dan GPS, untuk memperoleh hasil
yang maksimal dari aplikasi ini juga dibutuhkan data Digital Elevation Models (DEM) yang merupakan data digital
perbedaan ketinggian rupa bumi. Terkait dengan pengendalian banjir, secara
sederhana dapat digambarkan bahwa aplikasi ini mampu menghitung secara akurat
penambahan volume air sungai dan kemunculan potensi terciptanya area genangan
serta sungai-sungai baru dan menampilkannya dalam format 3 dimensi dengan hanya
memasukkan data curah hujan yang terjadi. Dengan diketahuinya berapa volume air
yang akan lewat, maka dapat dilakukan antisipasi dengan membandingkannya dengan
daya tampung sungai yang ada. Aplikasi ini juga dapat digunakan untuk melakukan
rekayasa perubahan ketinggian permukaan air laut untuk mengetahui daerah-daerah
mana saja yang berpotensi tenggelam jika terjadi permukaan air laut naik pada
ketinggian tertentu.
Berdasarkan data-data
yang didapatkan melalui aplikasi di atas, maka hal yang dilakukan selanjutnya adalah
melakukan perencanaan pembangunan infrastruktur pengendali banjir.
Gambar di samping merupakan ilustrasi
tentang pengaruh kondisi permukaan tanah terhadap persentase kecepatan aliran runoff
(aliran air di permukaan tanah) dan serapan air ke dalam tanah. Dapat terlihat
bahwa semakin banyaknya bangunan dan berkurangnya semak dan pepohanan akan
semakin mempercepat aliran runoff yang berpotensi besar menimbulkan banjir. Naiknya
kecepatan runoff ini akan berbanding lurus dengan semakin berkurangnya air
permukaan yang bisa meresap ke dalam tanah dan mengakibatkan tingginya potensi kekeringan
dan kesulitan air bersih di musim kemarau.
Pengendalian banjir
dapat dilakukan dengan melakukan pengendalian terhadap aliran runoff, penataan
drainase perkotaan, pembuatan waduk, pengendalian banjir dengan sistem polder dan beberapa cara lain dengan memanfaatkan data-data digital hasil rekayasa 3 dimensi dengan menggunakan aplikasi global mapper dan GIS akan kami bahas
pada tulisan selanjutnya.
Terima Kasih telah membaca.
Mohon komentar, saran, dan kritik yang membangun....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar