Sudah merupakan suatu kondisi yang "biasa" jika kita menyaksikan adanya kerusakan jalan aspal yang sebenarnya belum mencapai umur rencana sebagaimana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pada umumnya, untuk permasalahan kerusakan jalan seperti ini, masyarakat pengguna jalan selalu menyalahkan Konsultan Perencana/Supervisi Jalan sebagai perencana, atau Kontraktor Pelaksana sebagai pelaksana, dan Pemerintah selaku pihak yang membiayai pembangunan jalan ini. Ketiga pihak ini sering dituduh sebagai pihak yang "TIDAK BECUS, MENCURI, KORUPSI", dan berbagai tuduhan lainnya.
Pandangan seperti ini menurut saya perlu diluruskan. Meski kita pun tidak bisa memungkiri jika hal yang sering dituduhkan itu memang bisa saja terjadi, tetapi setidaknya kita tidak menuduh tanpa adanya bukti yang kuat, karena ada beberapa argumentasi yang bisa menjelaskan bahwa pandangan tersebut kurang proporsional. Olehnya itu dalam tulisan ini, saya yang juga masih dalam tahap belajar mungkin bisa sedikit berbagi dengan para pembaca yang terhormat. Jika nantinya terdapat kesalahan dan kekeliruan, saya memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Dalam melaksanan pekerjaan pengaspalan jalan, terdapat banyak hal yang perlu diperhatikan/dilaksanakan sesuai dengan aturan dan spesifikasi yang berlaku jika kita memang menginginkan jalan aspal yang dibangun bisa mencapai umur teknis yang direncanakan. Berikut akan saya paparkan beberapa hal dimaksud, dan jika masih ada kekurangan mohon masukan dan kritik yang membangun dari pembaca sekalian.
- Muatan Berlebihan Kendaraan Berat
Adalah suatu hal yang biasa jika sehari-hari kita melihat kendaraan dengan tonase yang sangat besar melaju di jalan raya yang memiliki tingkat kemampuan teknis menahan beban yang terbatas. Sekedar gambaran, untuk Jalan Nasional, standar Muatan Sumbu Terberat (MST) adalah 10 Ton, sedangkan Jalan Kabupaten biasanya ada di kisaran MST 8 Ton (itu jika proses pelaksanaan sesuai standar yang dipersyaratkan).
Apa jadinya jika kendaraan yang lewat berada di atas MST yang dipersyaratkan..???
Coba perhatikan kondisi permukaan jalan jika yang lewat adalah mobil truk yang memuat 200 zak semen 50 kg (muatan 10 Ton, belum dengan berat bersih mobilnya). Akan terlihat dengan jelas adanya lendutan dan pergerakan pada sepanjang permukaan jalan yang dilewati.
Yang sangat disesalkan, terkadang keberadaan jembatan timbang yang seharusnya bisa berfungsi sebagai pengendali malah lebih berfungsi sebagai tempat untuk mendapatkan pemasukan dari denda kelebihan tonase kendaraan.
- Ketidaksesuaian Standar Mutu Lapisan Perkerasan Jalan untuk Lalu Lintas Alat Berat
Sebagai salah satu standar mutu kekuatan lapisan perkerasan aspal selama
ini dikenal batas harga stabilitas Marshall ( Marshall Stability )
yang bagi lalu-lintas berat di Indonesia adalah minimal 840 kg untuk Brittish
Standard, dan 680 kg atau 1500 lbs untuk AASHTO, namun standard kita saat ini
mensyaratkan minimal 840 kg pada suhu 60 derajat Celsius.
Syarat minimal Stabilitas Marshall tersebut sesungguhnya hanya cocok untuk
kendaraan berat dengan muatan normal, tidak dengan muatan muatan berlebihan
seperti di atas. Dengan muatan yang wajar roda kendaraan truk dipompa sesuai
dengan tekanan angin yang dipersyaratkan, yaitu 80 psi atau 5,6 kg/cm2 dan
maksimal 100 psi. Akan tetapi di Indonesia dengan muatan yang berlebihan
tersebut tidak mungkin lagi tekanan angin roda hanya 80 psi, karena roda
belakang truk yang terdiri atas 2 ban karet akan menggelembung dan saling
bergesekan.
Hampir semua roda truk di Indonesia dipompa dengan tekanan angin di atas
120 psi dan sebagian roda truk berat bahkan dipompa sampai 150 psi atau hampir
2 kali tekanan angin yang disyaratkan. Ini biasanya menggunakan ban setara 16
ply rate yang tidak diproduksi oleh pabrik ban luar negeri
- Kekeliruan/Kecerobohan dalam Pelaksanaan Teknis Pengaspalan
Dalam proses pengaspalan jalan baik itu pada tahapan perencanaan maupun pelaksanaan, terdapat beberapa hal teknis yang seharusnya dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam standar yang berlaku. Akan tetapi terkadang terjadi kekeliruan/kecerobohan yang akan berakibat fatal terhadap mutu pekerjaan yang dihasilkan.
Dalam proses perencanaan, penentuan jenis dan ketebalan lapisan yang dimulai dari Lapis Pondasi Bawah hingga Lapis Permukaan perlu dilakukan dengan melalui perhitungan yang tepat dan sesuai dengan kondisi eksisting yang ada di lapangan. Selain itu, penentuan tingkat kekerasan aspal yang akan digunakan (dites dengan metode penetrasi) serta titik leleh dan titik bakar aspal, kekuatan tarik dan tekan aspal, penentuan kadar aspal dan beberapa hal lain yang telah tercantum dalam standar yang berlaku perlu dilakukan pengecekan di laboratorium bina marga, agar aspal yang digunakan sesuai dengan kebutuhan yang ada.
Dalam proses pelaksanaan, yang perlu diperhatikan adalah tingkat kekerasan Lapis Pondasi yang dites dengan metode sandcone test.
Selain itu suhu aspal sangat berpengaruh terhadap kuat tidaknya daya lekat aspal atau yang lebih parah jika terjadi keretakan pada aspal jika pemadatan tetap dilaksanakan di bawah suhu minimal yang dipersyaratkan. Berikut saya coba sajikan tabel suhu aspal yang saya kutip dari www.rajashared.com
No
|
Keterangan
|
Temperatur
(Derajat Celcius)
|
1
|
Pencampuran Benda Uji Marshall
|
155
+ 1
|
2
|
Pemadatan Benda Uji Marshall
|
145
+ 1
|
3
|
Pencampuran
|
145 - 155
|
4
|
Penuangan Aspal Ke truk
|
135 - 150
|
5
|
Pemasokan ke Alat Asphalt Finisher
|
130 - 150
|
6
|
Pemadatan Awal (Roda Baja)
|
125 - 145
|
7
|
Pemadatan Antara (Roda Karet)
|
100 - 125
|
8
|
Pemadatan Akhir (Roda Baja)
|
Ø97
|
Sumber : www.rajashared.com
|
Setelah proses penghamparan selesai, hal berikut adalah proses pemadatan lapisan aspal. Proses pemadatan ini dilakukan dalam 3 tahap yaitu pemadatan awal, pemadatan kedua dan pemadatan ketiga/akhir.
Pemadatan Awal
Pemadatan awal merupakan pemadatan dengan
menggunakan alat berat Tandem Roller sebagai alat bantunya. Pemadatan ini
dilakukan ketika dump truck menuangkan hotmix kedalam asphalt finisher kemudian
menghamparkan ke badan jalan. Alat pemadat Tandem Roller harus dioperasikan
mengikuti gerak asphalt finisher. Titik perkerasan harus menerima minimum dua
lintasan penggilasan awal dengan kecepatan maksimal 4 km/jam. Titik pemadatan
awal dimulai dari tempat sambungan memanjang kemudian diteruskan ke tepi luar.
Pemadatan Kedua
Pemadatan kedua dilaksanakan dengan menggunakan
alat pemadat beroda karet atau PTR. Posisi PTR harus berada sedekat mungkin
dibelakang penggilasan awal dengan kecepatan maksimal rata-rata 10 km/jam.
Pemadatan ini dimulai dari tempat sambungan memanjang kemudian menuju ke area
tepi luar.
Pemadatan Ketiga/Akhir
Pemadatan akhir atau penyelesaian dilaksanakan
dengan menggunakan alat berat beroda baja tanpa penggetar (vibrasi). Dalam
pemadatan ketiga bisa tidak dikerjakan/dilakukan asalkan pada pemadatan kedua
cukup memadai dengan ciri tidak ada bekas jejak roda saat prose pemadatan
berlangsung.
- Sistem Drainase Jalan yang Amburadul
Drainase adalah salah satu bangunan pelengkap jalan yang berperan sangat penting dalam hal tercapai tidaknya umur rencana jalan. Pada sebagian besar daerah di Indonesia, pembangunan jalan sangat terfokus ke hal-hal yang bersifat kuantitas seperti misalnya pemenuhan panjang jalan yang terbangun dan terkesan meremehkan hal-hal yang bersifat fungsional dan pemenuhan kualitas seperti misalnya penyiapan sistem drainase jalan yang baik.
Kalaupun drainase disiapkan, biasanya itu dilakukan tidak dengan perencanaan yang baik yang seharusnya dengan memperhitungkan volume air maksimal serta ketinggian maksimal pintasan air yang menyeberangi jalan (jika terjadi genangan). Padahal sudah menjadi pengetahuan umum bahwa air adalah satu-satunya musuh aspal yang sangat perlu untuk dihindari. Genangan air dapat menyebabkan kerusakan pada tanah sub-grade dibawah
lapisan perkerasan, yang bila di tambah dengan volume lalu-lintas truk berat
yang menyangkut muatan berlebihan merupakan kombinasi yang sangat fatal bagi
perkerasan aspal.
Masalah sistem drainase ini sering terlupakan oleh para perencana jalan, pada hal sistem drainase jalan tidak hanya terbatas pada ruas jalan yang diperbaiki, akan tetapi mencakup interkoneksi saluran drainase jalan dengan sistem drainase yang lebih luas.
Demikian beberapa hal yang berhubungan dengan penyebap kerusakan dan teknis pekerjaan pengaspalan jalan. Saya berharap semoga dengan membaca tulisan ini setidaknya akan sedikit menambah pengetahuan dan merubah paradigma berpikir para pembaca sekalian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar