Bagi masyarakat bulukumba, tentu sudah tidak asing lagi jika melihat penimbunan suatu lokasi entah itu untuk perumahan maupun jalan yang memanfaatkan material timbunan tanah putih sebagai bahan utamanya. Mengapa material tersebut dinamakan tanah putih? mungkin karena sampai hari ini belum ada nama resmi yang disematkan ke material tersebut, dan karena warnanya yang didominasi krem cenderung putih membuat masyarakat lalu kemudian menyebutnya demikian.
Yang kemudian menjadi masalah adalah pemakaian timbunan jenis ini dalam pekerjaan konstruksi jalan terutama pekerjaan lapis perkerasan. Terdapat banyak pertanyaan yang sampai saat ini jawabannya hanya berdasarkan perkiraan bukan hasil penelitian. Apakah "Tanah Putih" ini lebih jelek, sama baiknya, atau bahkan lebih baik dari material sirtu (pasir, tanah, dan batu)...? atau apakah tanah putih bisa dijadikan material Lapis Pondasi Bawah (LPB) atau Lapis Pondasi Atas (LPA) pada pekerjaan aspal..?
Dalam dunia konstruksi jalan, tanah timbunan diklasifikasikan ke dalam dua jenis:
1. Timbunan biasa, adalah timbunan atau urugan yang digunakan untuk pencapaian elevasi akhir subgrade yang disyaratkan dalam gambar perencanaan tanpa maksud khusus lainnya. Timbunan biasa ini juga digunakan untuk penggantian material existing subgrade yang tidak memenuhi syarat.
Bahan timbunan biasa harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
- Timbunan yang diklasifikasikan sebagai timbunan biasa harus terdiri dari tanah yang disetujui oleh pengawas yang memenuhi syarat untuk digunakan dalam pekerjaan permanen.
- Bahan yang dipilih tidak termasuk tanah yang plastisitasnya tinggi, yang diklasifikasi sebagai A-7-6 dari persyaratan AASHTO M 145 atau sebagai CH dalam sistim klasifikasi "Unifield atau Casagrande". Sebagai tambahan, urugan ini harus memiliki CBR yang tak kurang dari 6 %, bila diuji dengan AASHTO 193.
- Tanah yang pengembangannya tinggi yang memiliki nilai aktif lebih besar dari 1,25 bila diuji dengan AASHTO T 258, tidak boleh digunakan sebagai bahan timbunan. Nilai aktif diukur sebagai perbandingan antara Indeks Plastisitas (PI) - (AASHTO T 90) dan presentase ukuran lempung (AASHTO T 88)
2. Timbunan pilihan, adalah timbunan atau urugan yang digunakan untuk pencapaian elevasi akhir subgrade yang disyaratkan dalam gambar perencanaan dengan maksud khusus lainnya, misalnya untuk mengurangi tebal lapisan pondasi bawah, untuk memperkecil gaya lateral tekanan tanah di belakang dinding penahan tanah talud jalan.
Bahan timbunan pilihan harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
- Timbunan hanya boleh diklasifikasikan sebagai timbunan pilihan bila digunakan pada lokasi atau untuk maksud yang telah ditentukan atau disetujui oleh pengawas.
- Timbunan yang diklasifikasikan sebagai timbunan pilihan harus terdiri dari bahan tanah berpasir (sandy clay) atau padas yang memenuhi persyaratan dan sebagai tambahan harus memiliki sifat tertentu tergantung dari maksud penggunaannya. Dalam segala hal, seluruh urugan pilihan harus memiliki CBR paling sedikit 10 %, bila diuji sesuai dengan AASHTO T 193.
(disadur dari http://kumpulengineer.blogspot.co.id)
Kalau melihat dari persyaratan-persyaratan di atas, tentu mutlak harus dilakukan penelitian secara mendalam untuk mengetahui kemungkinan bisa atau tidaknya tanah putih menjadi salah satu material yang bisa dimanfaatkan dalam pekerjaan konstruksi jalan. Oleh karena itu kami mohon doa restu dari pembaca agar rencana kami untuk melakukan penelitian ini bisa berjalan lancar sesuai rencana...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar